Dalam sebuah pengarahan ketika
saya pertama kali memegang status CPNS sebagai Penyuluh Pertanian. Oleh penyampai kala itu dilontarkan
pertanyaan, adakah diantara kalian yang lulus ini memang cita-citanya sejak
dulu adalah menjadi Penyuluh Pertanian ? Tak ada seorang pun yang menjawab
termasuk saya. Penyampai melanjutkan
pernyataannya, saya tau bahwa kalian menjadi penyuluh pertanian karena
kebetulan, bukan karena keinginan sungguh-sungguh kalian. Andaikan ada pilihan yang lebih baik sebagai
PNS selain penyuluh pertanian, saya kira kalian akan mengambil pilihan itu,
ujarnya menduga-duga. Saya yang kala itu hadir dan duduk di belakang kembali
diam. Ada sesuatu alasan yang dapat
membenarkan pernyataan si penyampai itu, yang menggelitik saya.
Merunut masala lalu, saya
pendidikan SMU dan buta tentang pertanian, lulus SMU memilih jalur PMDK karena
selalu 10 besar sejak kelas 1. Pilihan
pertama saya adalah mendaftar sebagai mahasiswa FKIP jurusan Matematika, dan
pilihan kedua mendaftar sebagai mahasiswa Faperta Jurusan Sosek Prodi
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.
Teman-taman saya yang PMDK beberapa tidak lulus, dan pilihan pertama
saya juga tidak lulus, tapi nama saya tercantum sebagai yang lulus pilihan
kedua : Mahasiswa Pertanian. Kami
merakayakan pengumuman kelulusan PMDK dengan berangkat ke Pelaihari ke rumah
Boby Marlindo, teman sejak SMU, disana menginap beberapa hari, mendaki gunung,
berenang ke Pantai Takisung, menikmati suasana Jawa di tanah Kalimantan.
Kala SMU, saya ingat betul ketika
mata pelajaran Bahasa Indonesia, kala itu, masing-masing kami di suruh tampil
ke depan untuk menyampaikan cita-cita, dan yang terbersit dibenak saya kala itu
adalah menjadi seorang Ahli/Pakar di bidang Pertanian menjadi Doktor atau
bahkan Profesor. Ketika memilih PMDK
untuk Penyuluh Pertanian, saya tidak ada bayangan sama sekali, sederhananya
yang penting kuliah, yang penting diterima tidak melalui tes, itu saja.
Dan ketika menyandang status
sebagai mahasiswa pertanian itulah saya belajar banyak hal, keadaan yang tak
pernah terbayangkan sebelumnya, hidup ngekost, nyuci, masak, dan beres-beres
sendiri, pekerjaan yang sebelumnya asing mulai harus dibiasakan kala
ngekost. Saya ingat betul kala itu
tampil sebagai mahasiswa culun bin lugu yang untuk berteman pun masih ragu-ragu
dan minder, merasa diri selalu lebih rendah dari orang lain. Kegiatan sebagai mahasiswa hanya kos,
kampus, perpus, hanya seputar itu. Setelah sekian lama bergaul di kost dan
kuliah, saya mulai banyak perubahan, apalagi saya bertemu dengan orang-orang
luar biasa di Mesjid Kampus dari Mahasiswa Pertanian yang juga aktif di PPK
Al-Qudwah dan LDK Angkatan Muda Mesjid Kampus Al-Baythar seperti : Mas
Budianoor, Mas Ramli, Mas Choirul, Mas Wahyuddin Noor, Mas Ikhsan, Mas Ery
Atmaja, Mas Eko, Mas Kamarudin, Mas Purnomo (mentor), Mas Toni Hartanto
(mentor), Mas Sigit, Mas Yousuf, Mas Supiannoor, Mas Tabib, Mas Dodik Choiron,
Mas Aidi, Mas Wahyuni, Mas Rahmad dan teman seangkatan seperti Agus Supriyanto,
Rachman Fitriannoor, Hormansyah, M. Arsyad, Arief Rakhman Hakim (Alm), Saenol
Huda (mohon ma’af bila saya kelupaan menyebutkan nama-nama yang lain) bagi saya
mereka banyak mengenalkan dan mengajarkan arti kehidupan sesungguhnya, tentang
Islam sebenarnya, tentang halal dan haram, juga tentang kewajiban berdakwah.
Tak lupa juga kawan-kawan
Mahasiswa Penyuluhan seangkatan dulu juga banyak membawa pengaruh seperti :
Anjung (Heri), Amat, Ifit, Yahya, Ilham, Mariman (Alm), Deny, Ridi, (hampir semua kawan-kawan sekarang jadi penyuluh
baik PNS, Kontrak, dan Swasta) dll. Juga bertemu dengan dosen-dosen luar biasa
seperti Pak Luthfi Fatah, Ibu Mariani, Pak Yunus Jarmie, Pak Muin, Pak
Suprianto, Bu Eka Radiah, Bu Umi, Pak Husaini, Pak Taufik, Pak Usamah, dan
dosen pertanian lainnya. Banyak ilmu,
teladan dan motivasi yang telah mereka berikan, semoga diganjar limpahan pahala
oleh Allah SWT. Saya ingat sekali, dengan semangat yang meletup-letup, pada
acara Silaturrahim Mahasiswa Penyuluhan dan Dosen Penyuluhan Faperta Unlam,
saya menyampaikan bahwa yang saya peroleh selama saya kuliah 7 tahun adalah
bisa dan berani ngomong di depan orang banyak, selebihnya adalah teori-teori
yang sebagiannya bisa diterapkan kala terjun ke lapangan, dan sebagiannya harus
ditinggalkan karna lapangan tidak mendukung.
Kelar menyandang gelar Sarjana
Pertanian saya dihadapkan pada pilihan tetap di Banjarbaru atau Pulang Kampung
ke Barabai, Mama mengharapkan saya pulang, tapi saya bersikeras untuk tetap di
Banjarbaru, banyak hal yang bisa saya lakukan, banyak informasi yang bisa saya
dapatkan, saya bertanya kalau saya pulang saya kerja apa ? saya tak mau jadi
pengangguran. Saya putuskan tetap di
Banjarbaru nyari kerja di situ, dan kalau ada peluang penerimaan CPNS saya
ikuti. Macam-macam saya kerjakan di
Banjarbaru mulai ikut jaga warnet dan rental computer, ikut jaga toko
elektronik teman, ikut jaga air galon punya teman, jualan buku keislaman, ikut
teman jualan semangka, ikut Jurusan Sosek jaga lab komputer, jadi pendamping
asrama putra di SPP Banjarbaru, jadi TPL Program Sanimas, Jadi Koordinator
Wilayah Waqaf Qur’an Jakarta, Jadi sales VCD Tutorial Bahasa Inggris, Jadi
penyuluh kontrak di UPTD BP3K Kecamatan Cempaka- WKP Kelurahan Cempaka dari
2008-2010, lalu diterima sebagai PNS Penyuluh Pertanian di Barabai-Kab. HST
sejak 2010 hingga sekarang, saya pulang kampung saya bersyukur, ada rasa bangga
dan haru sekaligus sedih. Ada keinginan
kuat untuk mengabdi sekaligus menerapkan ilmu pertanian yang di dapat di
Kampus.
Saya sering merenungi apa yang
sedang saya jalani sebagai seorang penyuluh pertanian saat ini, saya
menghubungkannya dengan cita-cita yang saya semai sejak puluhan tahun silam,
saya sedih melihat petani yang saya dampingi, saya pilu melihat nasib mereka. Lebih pilu lagi kala melihat petani yang
justru “gembira dalam penderitaan”, memikirkan dan menghendaki bantuan, ketika
dibantu justru tidak digunakan sesuai peruntukannya, ketika tidak dibantu
justru iri dan menebar hal yang bukan-bukan yang justru menghambat kemajuan.
Dalam penyuluhan petani yang saya maksud adalah petani yang tergabung dalam
kelompok Merpati dan Pedati.
Bila ada kesempatan saya ingin
kembali bekerja di Banjarbaru (bukan tidak mensyukuri kerja di Barabai- karena
banyak hal yang akan sulit saya wujudkan ketika saya selamanya di Barabai), Saya
ingin kuliah lagi, melanjutkan studi ke jenjang S2 kalau perlu hingga S3, bukan
untuk koyo-koyoan atau gaya-gayaan, saya ingin terus belajar dan mengajar, cuma
sayang kendala kesempatan dan dana, sampai saat ini saya memutuskan untuk tidak
pinjam uang di bank atau koperasi yang mensyaratkan adanya bunga. Banyak rekan yang mencibir saya sok alim,
pinda musti, bahkan ada yang membilang goblog karena punya SK PNS tidak
digunakan untuk jaminan pinjam uang di Bank, saya bukannya tidak ingin pinjam
uang tapi lembaga/pihak yang meminjami uang kebanyakan menyertakan bunga dan
aqad riba, yang bunga itu baik sedikit atau banyak haram dalam pandangan Islam,
saya takut dengan Allah SWT. Saya sambil
berusaha dan memperkuat keyakinan, bila Allah SWT menghendaki apa yang saya
niatkan, semua itu akan mudah dan selalu ada jalan keluarnya.
Bila ada kesempatan saya ingin
menjadi Penyuluh Pertanian Provinsi atau Penyuluh Pertanian Pusat yang
Profesional dan Islami, atau menjadi Dosen Penyuluh Pertanian dan Pemberdayaan
Masyarakat yang Islami, atau menjadi seorang Widyaiswara Penyuluh Pertanian
yang Profesional dan Islami (lagi-lagi saya ingin tegaskan, saya bukan tidak
bersyukur menjadi Penyuluh Pertanian di Desa, tapi banyak hal yang sudah saya
rencanakan dan susun untuk kemajuan petani dan pertanian, sulit saya wujudkan
bila saya selamanya berperan sebagai Penyuluh Pertanian di Desa.
Mohon do’a semoga harapan dan
keinginan saya terwujud. Saat ini saya
mengupayakan terus mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menikmati proses
memfakta cita-cita.
Wahyuddin
Noor, SP
Penyuluh Pertanian Lapangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar